Rabu, 11 Maret 2009

KEDUDUKAN MANUSIA DALAM PENDIDIKAN ISLAM

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam sejarah perkembangan manusia, manusia terus mengalami perkembangan namun dalam proses perkembangannya, manusia terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya. Sehingga dalam perkembangannya, manusia berkembang secara variatif ada yang berkembang sesuai dengan fitrahnya sehingga mampu menjadi manusia seutuhnya, disisi lain juga terdapat manusia yang melenceng dari fitrahnya dan justru menuruti hawa nafsunya. Terkait dengan ini kita mengenal tokoh-tokoh yang digambarkan sebagai manusia yang berhasil mengembangkan dirinya sesuai dengan fitrahnya, namun juga terdapat nama-nama yang dipandang melenceng dari fitrahnya.

Terkait dengan perkembangan mansuia selalu membutuhkan bantuan orang lain. Manusia saling bertukar pengalaman sehingga manusia yang sebelumnya tidak tahu kemudian menjadi tahu. Proses saling membantu ini pada awalnya dilakukan secara kurang terencana dan terprogram. Hal inilah yang mengilhami lahirnya pendidikan.

Dalam proses pendidikan ini sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara memandang manusia. Cara pandang yang berbeda akan berimplikasi pada berbedanya cara mendidik manusia. Manakala manusia dipandang sebagai makhluk yang condong kepada kesenangan (hidonis) misalnya, menjadi sistem nilai yang dianut, maka pendidikan akan mengarah kepada bagaimana membantu manusia memperoleh kesenangan-kesenangan tersebut. Cara memahami konsep manusia yang “salah” akan berakibat pada cara mendidik yang “salah” pula. Oleh karena itu pembahasan terkait kedudukan manusia dalam pendidikan Islam sangatlah penting dalam upaya menciptakan sistem pendidikan Islam. Pembahasan tentang hakekat manusia, sifat-sifat manusia, manusia sebagai elemen utama dalam pendidikan dan pengembangan manusia dalam perspektif Islam diharapkan dapat dijadikan pijakan untuk membantu perkembangan manusia sesuai dengan kehendak Allah.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakekat Manusia Dalam Pandangan Islam

Hakekat manusia diciptakan di dunia ini adalah untuk mengemban amanah Allah sebagai Abdullah dan khalifah Allah, yang dapat dipandang sebagai representasi “perjanjian primordial” antara manusia dengan Allah.[1] Secara sempit manusia sebagai Abdullah hanya mengacu pada tugas-tugas individual manusia sebagai hamba Allah. Tugas ini diwujudkan dalam bentuk pengabdian ritual kepada Allah (Ad Dzariyat 56) dengan penuh keikhlasan yang diekspresikan dalam bentuk kepasrahan dan ketaatan pada semua titahnya, dan secara luas meliputi seluruh aktivitas manusia dalam kehidupannya dengan menjadikan Allah sebagai pusat orientasi hidupnya.[2]

Sedangkan manusia sebagai khalifah Allah mengacu pada tugas manusia untuk menjadi leader (baca : khalifah) di muka bumi. Istilah khalifah dapat dipahami : (a). Menggantikan yang lain karena tidak ada / tidak hadir, meninggal dunia karena lemah, (b). Menggantikan karena diberi penghargaan atau kemulyaan. Dalam pengertian yang kedua inilah yang dimaksud Allah mengangkat manusia sebagai khalifah di muka bumi (Fathir ayat 39, al An’am ayat 166 dll). Tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi antara lain menyangkut tugas kemakmuran di muka bumi (Hud ayat 61), serta mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi ( al Maidah 16). Tugas ini dapat dikembangkan dalam bentuk tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat dan alam semesta.[3] Tugas kekhalifahan ini merupakan perwujudan dari pelaksanaan dari pengabdian kepadanya (Abdullah), tentunya sebagai Abdullah dalam pengertian yang luas.

Supaya manusia dapat melaksanakan dan mempertanggungjawabkan amanah Allah tersebut, maka manusia diciptakan dalam bentuk yang sempurna. Manusia terdiri dari dua substansi, yaitu : (1) Substansi jasad / materi yang merupakan bagian dari alam semesta ciptaan Allah dan dalam pertumbuhan dan perkembangannya tunduk pada dan mengikuti sunnatullah (hukum alam), (2) Substansi Immateri / non jasad yaitu peniupan roh (ciptaan Allah) kedalam diri manusia. Terkait dengan ini manusia sering disebut sebagai makhluk dwi tunggal yang terdiri atas unsur jasmaniah dan unsur rohaniah. [4]

Dengan demikian, manusia dapat melaksanakan fugnsi, baik sebagai Abdullah ataupun khalifallah, dimuka bumi karena manusia termasuk bagian dari bumi, disisi lain manusia dapat dimintai pertanggungjawabannya karena ada roh yang akan melanjutkan eksistensinya dalam kehidupan selanjutnya.

Sedangkan upaya manusia mempunyai “kemampuan” untuk mengemban amanah Allah, manusia dibekali dengan bermacam-macam alat potensial dengan berbagai kemampuannya yang unik. Dalam diri manusia terdapat 3 jiwa:

(1) Jiwa tumbuhan (al nafs al nabatiyah), yang mempunyai tiga daya: makan, tumbuh dan berkembang biak.

(2) Jiwa binatang (al nafs al hayawaniyah) yang mempunyai dua daya: a. Daya penggerak (al muharrikah) dalam bentuk nafsu dan amanah, b. Daya menyerap (al mudrikah). Daya penggerak bisa berbentuk nafsu (al syhawah) serta amarah (al ghadlab) dan bisa berbentuk gerak tempat (al harakah al makaniyah). Daya menyerap terbagi dua, yaitu daya menyerap dari luar panca indra lahir (penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan lidah dan tubuh), dan daya menyerap dari dalam melalui panca indera batin, yang meliputi: (1) Indra bersama (al hiss al musytarak) bertempat dibagian depan dari otak dan berfungsi menerima kesan-kesan yang diperoleh dari panca indera luar dan meneruskannya ke indera batin berikutnya, (2) Indera penggambar (al khayal), juga bertempat dibagian depan dari otak, tugasnya ialah melepaskan pesan-pesan yang diteruskan indera bersama dari materinya, (3) Indera pengreka (al mutakhayyalah), yang bertempat dibagian tengah dari otak mengatur gambar-gambar yang telah dilepaskan dari materi itu dengan memisah-misah dan kemudian memperhubungkannya satu dengan yang lainnya, (4) Indera penganggap (al wahmiyah), juga bertempat ditengah dari otak mempunyai fungsi menangkap arti-arti yang dikandung gambaran-gambaran itu, (5) Indera pengingat (al hafidhah), yang bertempat dibagian belakang bagian otak, menyimpan arti-arti yang ditangkap indera pengganggap.

(3) Jiwa manusia (al Nafs al Insaniyah) yang hanya mempunyai daya berpikir yang disebut akal. Akal ini terbagi menjadi dua: yaitu akal praktis yang menerima arti yang berasal dari materi melalui indera penginggat yang ada pada jiwa binatang dan akal teoritis yang menangkap arti-arti murni, arti-arti yang tak pernah ada dalam materi, seperti Tuhan, ruh dan malaikat. Dengan demikian, akal praktis memusatkan perhatiannya kepada alam materi, menangkap kekhususan (partikulares), sedangkan akal teoritis bersifat metafisis, yang mencurahkan perhatian kepada dunia immateri dan menanggap keumuman (universal) selanjutnya akal teoritis mempunyai 4 derajat yaitu: 1. akal materiil ( al aqal al hayulani) yang merupakan potensi belakan, dalam arti akal yang kesanggupannya untuk menangkap arti-arti murni, arti-arti yang tak pernah berada dalam materi belum keluar, 2. akal bakat ( al aqal fi malakah), yakni akal yang kesanggupannya berpikir secara murni abstrak telah mulai kelihatan, ia dapat menangkap pengertian dan kaidah umum, seperti seluruh lebih besar dari bagian, 3. Akal actual ( al aqal fi alfi’al), yakni akal yang telah lebih mudah dan telah lebih banyak dapat menanggap pengertian dan kaidah umum dimaksud, dan akal actual ini merupakan gudang dari arti-arti abstrak itu, yang dapat dikeluarkan setiap kali dikehendaki, dan 4. Akal perolehan (al aqal al mustafat), yakni akal yang didalamnya arti-arti abstrak tersebut selamanya sedia untuk dikeluarkan dengan mudah sekali. Akal dalam derajat ke empat inilah yang tertinggi dan terkuat dayanya yang memiliki filosof, dan yang dapat memahami alam murni abstrak ( yang tak pernah berada dalam materi). [5]

Dengan alat-alat potensial tersebut manusia mempunyai daya untuk melaksanakan amanah Allah, disisi lain juga mempunyai daya untuk mengabaikannya. Manusia mmepunyai daya yang mengarah pada jalan ketakwaan, disisi lain juga mempunyai daya yang mengarah pada jalan kefasikan. Sebagai konsekwensi logis atas pemberian daya terse but, manusia mempunyai kebebasan.[6] Sehingga ketundukan kepada Allah tidak terjadi secara otomatis dan pasti sebagaimana robot, melainkan karena pilihan dan keputusannya manusia sendiri.

B. Sifat –sifat Dasar Manusia dalam Perspektif Pendidikan Islam

Sifat-sifat dasar manusia dapat dibedakan menjadi sifat-sifat positif dan sifat-sifat negative diantaranya sifat-sifat positif, dalam bahasa agama sering disebut dengan titrah yaitu suatu kekuatan atau kemampuan (potensi terpendam) yang menetap menancap pada diri manusia sejak awal kejadiannya, untuk komitmen terhadap nilai keimanan kepadanya, cenderung kepada kebenaran (hanif) dan potensi itu merupakan ciptaan Allah.[7] Bila ditinjau dari aspek tersebut maka fitrah manusia itu cukup banyak macamnya, yang penting diantaranya, yaitu: (1) Fitrah beragama, yang merupakan potensi bawaan yang mendorong manusia untuk selalu pasrah, tunduk dan patuh pada Tuhan yang menguasai dan mengatur segala aspek kehidupan manusia, dan fitrah ini merupakan sentral yang mengarahkan dan mengontrol perkembangan fitrah-fitrah lainnya, (2) Fitrah berakal budi merupakan potensi bawaan yang mendorong manusia untuk berpikir dan berdzikir dalam memahami tanda-tanda keagungan Tuhan yang ada di alam semesta, berkreasi dan berbudaya,s erta memahami persoalan dan tantangan hidup yang dihadapinya dan berusaha memecahkannya, (3) Fitrah kebersihan dan kesucian diri dan lingkungannya, (4) Fitrah bermoral / berakhlak yang mendorong manusia untuk berkomitmen terhadap norma-norma atau nilai-nilai dan aturan yang berlaku, (5) Fitrah kebenaran, yang mendorong manusia untuk selalu mencari dan mencapai kebenaran, (6) Fitrah kemerdekaan yang mendorong manusia untuk bersikap bebas / merdeka tidak terbelenggu dan diperbudak oleh sesuatu yang lain kecuali oleh keinginannya sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan, (7) Fitrah keadilan yang mendorong manusia untuk mewujudkan kesamaan hak serta menentang diskriminasi ras, etnik, bahasa dan sebagainya dan berusaha menjalin persatuan dan kesatuan dimuka bumi, (8) fitrah individu yang mendorong manusia untuk bersikap mandiri, bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan, mempertahankan harga diri dan kehormatannya, serta menjaga keselamatan diri dan hartanya, (9) Fitrah sosial yang mendorong manusia untuk hidup bersama, bekerja sama, bergotong royong,s aling membantu dan sebagainya, (10) Fitrah seksual yang mendorong seseorang untuk mengembangkan keturunan (berkembang biak), melanjutkan keturunan dan mewariskan tugas-tugas kepada generasi penerusnya, (11) Fitrah ekonomi yang mendorong untuk memenuhi kebutuhan hidupnya melalui aktivitas ekonomi, (12) Fitrah politik yang mendorong manusia untuk berusaha menyusun sesuatu kekuasaan dan institusi yang mampu melindungi kepentingan bersama, (13) Fitrah seni yang mendorong manusia untuk menghargai dan mengembangkan kebutuhkan seni dalam kehidupannya, dan fitrah-fitrah lain.[8]

Disamping sifat-sifat positif, manusia juga mempunyai sifat-sifat negative. Sifat-sifat tersebut antara lain:

  1. Manusia amat dholim dan amat bodoh ( al Ahzab 72). Manusia suka meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, manusia telah diberi berbagai alat-alat potensial dan potensi-potensi baik tertentu, untuk diaktualkan dalam kehidupan nyata dan diberi amanah, namun banyak yang tidak mau tahu dan mengabaikannya
  2. Manusia adalah makhluk yang banyak membantah dan menentang ajaran Allah yang telah menciptakannya dan yang telah memberi berbagai macam nikmat (al Kahfi ayat 54). Manusia telah diberi alat-alat potensial seperti panca indera, akal pikiran dan lain-lain, namun digunakan untuk membantah dan menentang ajaran Tuhannya.
  3. Manusia itu bersifat tergesa-gesa ( al Isra 11), dalam arti suka menuntut suatu kebaikan dan keuntungan apa saja dengan segera, dan suka mengambil jalan pintas dalam meraih sesuatu atas dorongan hawa nafsunya.
  4. Manusia adalah mudah lupa dan banyak salah. Manusia disebut sebagai insan (bahasa arab) serumpun dengan kata nisyan yang berarti tempat salah dan lupa (al insanu mahalul khoto’wa nisiyan). Sifat ini harus diakui manusia agar dirinya tidak bersikap angkuh dan sombong, sebaliknya ia justru diharapkan untuk bersedia mengakui kesalahan dan kelupannya dengna jalan kembali kepada jalan yang benar atau bertobat sebagaimana sabda Nabi SAW: “Setiap manusia itu sangat banyak salah dan sebaik-baiknya orang yang banyak salam adalah orang yang sering bertobat kepada Allah”. (HR. Al Tarmidzi dan Ibnu Majah).
  5. Manusia sering mengingkari nikmat (al hajj ayat 66) dan mengingkari kebenaran Allah (al Isra’ ayat 89). Manusia telah diberi berbagai macam nikmat Allah agar disyukuri oleh manusia, dalam arti dgunakan dan dimanfaatkan seoptimal mungkin sesuai dengan kehendaknya, namun kebanyakan manusia mengingkarinya sehingga menimbulkan kerugian dan malapetaka bagi manusia itu sendiri
  6. Manusia itu mudah gelisah dan banyak keluh kesah serta sangat kikir ( al A’rajj ayat 19-21, al isra’ ayat 100) dalam arti manusia itu mudah cemas dan tidak tabah dalam menghadapi musibah, sangat mudah resah dan gelisah serta kehilangan ketika ditimpa musibah. Namun ketika diberi nikmat, maka ia bersikap serakah, loba dan sangat kikir, serta tidak mempunyai kepedulian sosial.[9]

Karena manusia dianugerahi kemampuan memilih atau mempunyai kebebasan, maka dalam perkembangannya dari waktu ke waktu terdapat yang mengarah kepada pilihan baiknya (jalan ketaqwaan) sebagai aktualisasi atas sifat-sifat positifnya dan ada pula yang mengarah pada pilihan buruknya (jalan kefasikan, sebagai implikasi dari teraktualnya sifat-sifat negatifnya. Pada kontek ini pendidikan Islam berfungsi untuk menumbuh kembangkan sifat-sifat positif manusia, serta membimbing dan mengarahkan manusia agar mampu mengendalikan diri dan menghilangkan sifat-sifat negative yang melekat pada dirinya agar tidak sampai mendominasi dalam kehidupannya.

C. Manusia Sebagai Elemen Utama Dalam Pendidikan Islam

Dididik dan mendidik merupakan fenomena yang unik bagi manusia. Bisa jadi hewan juga mampu “dididik dan mendidik”, namun manusia mempunyai kelebihan dari hewean. “Pendidikan hewan dijalankan hanya secara intinktif.” Kemampuan “dididik dan mendidik” yang ada pada hewan tertentu, tidak ditemukan pada semua jenis hewan dan tidak dipelajari dari hewan yang lain, namun merupakan kemampuan yang sudah ada pada tiap-tiap hewan yang sifatnya tetap. Ada juga hewan yang dapat dilatih untuk melakukan sesuatu: anjing, sapid an kuda misalnya, namun sifatnya terbatas, artinya hanya dapat dirubah dan dibentuk dalam batas-batas tertentu tindakan hewan tersebut dilakukan secara otomatis dan tanpa dipikirkan lebih dahulu. Sehingga tindakan hewan tersebut bukanlah tindakan pendidikan, melainkan tindakan “Dressur, sebuah istilah yang lazim digunakan untuk itu. Manusia mendresur kuda untuk menarik dokar, mendresur sapi untuk membajak dan lain sebagainya.[10]

Pendidikan merupakan produk khusus yang hanya terdapat pada manusia, mausia dilukiskan sebagai: animal edocandum (manusia adalah makhluk yang harus dididik), animal edo cabile (manusia adalah makhluk yang dapat dididik) dan homo edo candus (manusia adalah makhluk yang bukan saja harus dan dapat dididik tetapi harus dan dapat mendidik). Pada kalimat homo pada kalimat homo edo candus “ inilah letak perbedaan prinsipil antara manusia dan hewan dan bisa saja hewan dapat dilatih melakukan tindakan diluar kebisaaan naturalnya, monyet nak sepeda misalnya, namun tidak dapat mentransformasikan “pengetahuan” barunya tersebut pada hewan lainnya.[11]

Dengan adanya pendidikan inilah manusia dapat menciptakan kebudayaan dan peradaban karena pengetahuan dari generasio sebelumnya dapat ditransformasikan pada generasi selanjutnya dan pengetahuan dari suatu ras / suku / bangsa tertentu dapat ditransformasikan kepada yang lain, sesuatu yang mustahil dilakukan oleh seekor kura-kura meskipun usianya ratusan tahun.

Disis lain manusia juga tidak dapat dilepaskan dari pendidikan sebab manusia adalah animal edo candum (manusia yang harus dididik). Proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia tidak akan berkembang dengna baik tanpa adanya pendidikan. Penelitian terhadap anak terlantar, yaitu Victor, perancis 1799 peter (India, 1920), yang diasuh serigala menunjukkan bahwa segala gerak-gerik dan tingkah lakunya menyerupai serigala. Contoh ini membuktikan bahwa tanpa pendidikan maka potensi manusia tidak dapat berkembang, selayaknya manusia pada umumnya.[12]

Dengan demikian manusia merupakan elemen utama dalam pendidikan. Karena hanya manusia yang harus dan dapat dididik serta harus dan dapat mendidik. Tanpa pendidikan perkembangan manusia tidak dapat berjalan secara optimal.

D. Pengembangan Manusia dalam Perspektif Pendidikan Islam

Hakekat manusia diciptakan Allah adalah untuk mengemban tugas sebagai Abdullah dan khalifatullah dimuka bumi. Kedua misi manusia tersebut, baik sebagai Abdullah maupun khalifatullah, merupakan perjanjian primordial antara manusia dan Allah. Untuk mengemban misi tersebut, manusia dibekali alat-alat potensial, sehingga manusia dapat mengetahui, memahami dan menjalankan tugas tersebut. Namun manusia mudah jatuh dan tergelincir sehingga melupakan misi yang harus diembannya.

Pengabaikan tugas manusia tersebut dapat disebabkan karena manusia tidak menggunakan alat-alat potensialnya untuk memikirkan dan merenungkannya sehingga dapat memahami hakekat manusia diciptakan di dunia ini. Bisa jadi manusia telah mengetahuinya, namun terkalahkan oleh godaan setan, baik yang berupa jin maupun manusia, budaya negative yang berkembang disekitarnya[13] maupun bujuk rayu dunia.

Sehingga pendidikan Islam berfungsi untuk membimbing dan mengarahkan manusia agar mampu mengemban amanah dari Allah tersebut, yaitu menjalankan tugas-tugasnya hidupnya dimuka bumi baik sebagai Abdullah (hamba Allah yang harus tunduk dan taat terhadap segala aturan dan kehendaknya serta mengabdi hanya kepadanya), maupun sebagai khalifah Allah dimuka bumi, yang menyangkit pelaksanaan tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri dalam keluarga / rumah tangga, dalam masyarakat dan tugas kekhalifahan terhadap alam semesta. Dengan adanya pendidikan ini diharapkan manusia yang belum mengetahui tugas manusia ini menjadi mengetahui dan manusia yang tergelincir dari misi awalnya dapat kembali lagi kejalannya. Pada konteks ini pendidikan Islam memainkan peran yang signifikan dalam membantu manusia agar tetap pada “jalan kebenaran” meningingat :Allah sudah tidak mengutus Nabi / Rasul lagi” untuk mengingatkan manusia.

Sebagai Abdullah manusia dituntu untuk dapat menerima Allah sebagai pusat orientasi kehidupannya, yang diekspresikan dalam bentuk ketaatan dan kepasrahannya hanya kepadanya saja. Menjadikan Allah sebagai pusat orientasi hidupnya berarti seluruh hidupnya disemangati oleh niatan untuk mengabdi hanya pada Allah dan tidak menjadikan selain dirinya sebagai sandaran. Sedangkan khalifallah dapat dipandang sebagai perwujudan dari pelaksanaan.

Pengabdian kepada Allah Abdullah, sebuah amanah yang hanya diberikan pada manusia. Pengangkatan manusia menjadi khalifah di bumi mengandung pengertian bahwa manusia mendapat tugas khusus dari Allah untuk menjadi “pengganti wakil atau kuasa-Nya” dalam mewujudkan segala kehendak dan kekuasaannya di muka bumi, serta segala fungsi dan perannya terhadap alam semesta ini. Tugas manusia sebeagai khalifah Allah dimuka bumi antara lain menyangkut tugas mewujudkan kemakmuran dimuka bumi (QS. Hud: 61) serta mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di muka bumi (QS. Al Maidah: 16).

Dengan demikian pendidikan Islam berfungsi membimbing mengarahkan manusia agar mampu mengemban amanah dari Allah, menjalankan hidupnya di muka bumi, baik sebagai Abdullah maupun sebagai khalifatullah.

Supaya manusia dapat mengemban tugas sebagai Abdillah khalifatullah, maka tidak bisa hanya dibekali dengan al ulum, al naqliyah seperti studi al Qur’an, studi hadits, sireh Nabawiyah, Tauhid, Ushul Fiqih dan Fiqih, dan bahasa Arab, namun juga harus dibekali dengan al ulum al aqliyah seperti psikologi, ekonomi, politik, sosiologi, antropologi, fisika, biologi dan lain sebagainya.

Meskipun begitu tugas sebagai khalifah Allah di muka bumi harus dipahami sebagai bagian dari pengabadian kepada Allah (Abdullah). Oleh karena itu,d alam mengemban tugas sebagai khalifah Allah harus disemangati oleh spirit ibadah kepada Allah, sehinga manusia tidak sekedar hanya mewujudkan kemakmuran dan kebahagiaan hidup dimuka bumi saja, namun lebih diorientasikan untuk mewujudkan kemakmuran dan kebahagiaan di muka bumi sesuai dengan kehendak Allah.


BAB III

KESIMPULAN

Manusia terdiri dari substansi yaitu substansi jasad / materi, dan substansi immateri / non jasad yaitu peniupan ruh (ciptaan Allah) ke dalam diri manusia. Sehingga manusia sering disebut sebagai makhluk dwi tunggal yang terdiri atas unsur jasmaniah dan unsur rohaniah.

Al-Qur’an menjelaskan bahwa fungsi penciptaan manusia di alam ini adalah sebagai khalifah dan abd.

Dalam upaya mengemban amanat Allah SWT, manusia memiliki 3 jiwa yaitu jiwa tumbuhan, jiwa binatang, jiwa manusia.

Manusia memiliki sifat-sifat positif yaitu fitrah beragama, fitrah berakal budi, fitrah kebersihan dan kesucian, fitrah bermoral / berakhlak fitrah kebenaran, fitrah kemerdekaan, fitrah keadilan, fitrah persamaan dan persatuan, fitrah untuk mandiri, fitrah sosial, fitrah seksual, fitrah ekonomi, fitrah politik, fitrah seni. Disamping itu manusia juga memiliki sifat-sifat negative diantaranya, manusia amat dholim, manusia makhluk yang banyak membantah, manusia bersifat tergesa-gesa, manusia itu mudah lupa, manusia sering mengingkari nikmat, manusia mudah gelisah.

Manusia merupakan elemen utama dalam pendidikan. Karena hanya manusia yang harus dan dapat dididik serta harus dan dapat mendidik, tanpa pendidikan perkembangan manusia tidak dapat berjalan secara optimal.

Pendidikan Islam berfungsi membimbing dan mengarahkan manusia agar mampu mengemban amanah dari Allah, yaitu menjalankan hidupnya dimuka bumi bagi sebagai Abdullah maupun sebagai khalifatullah.

DAFTAR PUSTAKA

Azis, Abdul, Diktat Filsafat Pendidikan Islam, (Tulungagung : STAIN Tulungagung, 2002).

Djumberansyah, M., Filsafat Pendidikan, (Surabaya, Karya Abditama, 1994).

M., Arifin,. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1993).

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam : Upaya Mengefektifkan Agama Islam di Sekolah Rosdakarya, (Bandung, 2001)

Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta : Ciputat Press, 2002 ).



[1] Amanah sebagai Abdullah tercermin dalam dialog antara Allah dengan ruh manusia, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-A’raf ayat 172”…bukanlah Aku ini Tuhanmu? Kemudian ruh manusia itu menjawab: Benar kami telah menyaksikan”. Sedangkan amanah sebagai khalifah tercermin dalam sebuah peristiwa ketika Allah menawari sebuah amanah kepada semua makhluknya, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Akhzab ayat 72 “Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanah pada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya memikul amanah itu dan mereka khawatir mengkhianatinya dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amatlah dholim dan bodoh”.

[2] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teorities dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 56

[3] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Rosdakarya, 2001), hlm. 22-23

[4] Abdul Azis, Diktat Filsafat Pendidikan Islam, (Tulungagung : STAIN Tulungagung, 2002), hlm. 15

[5] Ibid., hal. 146-148

[6] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1993), hlm. 156-157

[7] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, hlm. 16

[8] Ibid., hlm. 150-153

[9] Ibid, hlm. 25-26

[10] M. Djumberansyah, Filsafat Pendidikan, (Surabaya: Karya Abditama, 1994), hlm. 111

[11] Ibid, hlm. 110

[12] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, hlm. 150-153

[13] Ibid.

Selasa, 10 Maret 2009

KARYA TULIS ILMIAH HASIL CLASSROOM ACTION RESEARCH

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan dengan maksud agar proses belajar seseorang atau sekelompok orang dapat berlangsung. Untuk itu, maka seorang guru harus mengusahakan untuk dapat menciptakan lingkungan atau kondisi yang kondusif agar kegiatan belajar dapat mencaBahasa Inggris tujuan yang efektif dan efisien. Pembelajaran sebagai upaya untuk membelajarkan siswa, itulah sebabnya dalam belajar siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi juga berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang mungkin dipakai untuk mencaBahasa Inggris tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena itu, pembelajaran menaruh perhatian pada ”bagaimana membelajarkan siswa” dan bukan pada ”apa yang dipelajari siswa”.
Proses belajar mengajar merupakan kegiatan melaksanakan kurikulum pada suatu lembaga pendidikan untuk mencaBahasa Inggris tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Menurut (Hamalik, 1995) tujuan pembelajaran merupakan tujuan yang hendak dicaBahasa Inggris setelah selesai diselenggarakannya suatu proses pembelajaran. Sedangkan menurut (Setyosari, 2001) proses pembelajaran merupakan penyamBahasa Inggrisan berbagai informasi dan aktivitas yang diarahkan untuk memudahkan pencaBahasa Inggrisan tujuan pembelajaran khusus yang diharapkan.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka proses pembelajaran secara formal di sekolah terjadi apabila siswa secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru. Lingkungan belajar dalam hal ini meliputi berbagai komponen penting yang secara sistematik berpengaruh terhadap keberhasilan atau pencaBahasa Inggrisan tujuan yang telah ditetapkan.
Komponen pembelajaran yang dimaksud antara lain tujuan pembelajaran, kondisi awal, materi pembelajaran, sumber belajar, prosedur didaktik (metode), dan penilaian pembelajaran (Winkel, 1987). Berbagai komponen tersebut hendaknya terintegrasi secara sinergik guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penciptaan efek sinergis dari berbagai komponen tersebut memiliki sisi teknis yang harus diperhatikan guru sebagai pengelola pembelajaran. Keberhasilan proses pembelajaran Bahasa Inggris di SMAN I Dongko Trenggalek dapat berlangsung dengan efektif apabila siswa berpartisipasi aktif dengan objek, peristiwa, situasi, dan kondisi kehidupan melalui sumber belajar. Dalam hal ini, metode pembelajaran sebagai salah satu sumber yang harus digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris.
Metode pembelajaran yang dipandang efektif dalam mengembangkan proses berpikir belum digunakan di SMAN I Dongko Trenggalek, sehingga suasana belajar kaku, terpusat satu arah, dan kurang memberi kesempatan bagi peserta didik untuk lebih aktif dalam pembelajaran. Sebagaimana dikemukakan oleh (Purwendarti, 1994) bahwa metode mengajar yang sering digunakan dalam pembelajaran BAHASA INGGRIS adalah ceramah, tanya jawab, dan sangat jarang dipilihnya pembelajaran kooperatif sebagai alternatif model pembelajaran. Jadi metode mengajar yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris di SMAN I Dongko Trenggalek belum sesuai dengan tuntutan kurikulum untuk menerapkan CTL (Contektual Teaching and Learning).
Proses pembelajaran Bahasa Inggris di SLTA dapat berlangsung efektif apabila siswa berpartisipasi aktif dengan objek, peristiwa, situasi, dan kondisi kehidupan melalui sumber belajar. Metode ceramah kurang berarti, karena kurang menyentuh kehidupan nyata bagi peserta didik. Di samping itu, guru kurang mengoptimalkan penggunaan metode yang bervariasi, sehingga kurang membangkitkan daya tarik siswa pada pembelajaran Bahasa Inggris dan menjadikan siswa kurang aktif. Metode pembelajaran yang bervariasi sebagai salah satu sumber belajar seharusnya digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris di SMAN I Dongko Trenggalek Metode pembelajaran semacam itu akan lebih nampak jelas variatifnya dalam suatu model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan pada pelajaran Bahasa Inggris adalah pembelajaran kooperatif model Cooperatif Integrated Reading and Composition (kooperatif terpadu membaca dan menulis atau CIRC).
Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) I Dongko Trenggalek merupakan salah satu sekolah yang bernaung dibawah Depdiknas Trenggalek. Hasil pengamatan pada awal Januari 2008 pelaksanaan kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris di SMAN I Dongko Trenggalek pada umumnya kurang efektif, bila dilihat dari segi proses pembelajaran. Hal ini disebabkan proses pembelajaran Bahasa Inggris disajikan oleh guru menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional (secara klasikal) dan selalu menggunakan metode ceramah, sehingga tampak bahwa proses pembelajaran tak lebih dari sekedar pengalihan informasi. Model pembelajaran yang dipandang efektif dalam mengembangkan proses berpikir belum banyak digunakan. Suasana belajar kaku dan terpusat pada satu arah, sehingga kurang memberikan kesempatan bagi peserta didik lebih aktif dalam belajar. Siswa cenderung diam dan tidak banyak aktifitas bahkan cenderung siswa banyak yang mengantuk dan kurang memperhatikan.
Selama ini para siswa SMAN I Dongko Trenggalek kurang berminat pada mata pelajaran Bahasa Inggris diduga karena beberapa faktor, antara lain: (1) kurang menarik, karena hanya berupa pengetahuan konsep, prinsip, atau prosedur yang aktual baginya sehingga miskin bahasa, (2) guru dalam memilih strategi kurang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran Bahasa Inggris dan karakteristik belajar siswa SMAN I Dongko Trenggalek. Pemilihan strategi pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif model CIRC diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa di sekolah tersebut.
Berdasarkan beberapa hasil temuan tersebut peneliti sangat tertarik untuk menggunakan pembelajaran kooperatif model CIRC yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Aktivitas siswa mencakup aktivitas mental dan fisik. Aktivitas mental antara lain kecakapan dalam memecahkan masalah sosial dan menemukan alternatif pemecahannya dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Sedangkan aktivitas fisiknya yaitu siswa terlibat langsung dalam mencari dan menemukan masalah, mendiskusikannya bersama teman kelompoknya, menyusun laporan hasil diskusi dan mengemukakan pendapat tersebut di depan kelas.
Dalam hal ini pembelajaran kooperatif model CIRC yang diduga dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, yang dirancang dalam bentuk penelitian tindakan kelas tentang penggunaan pembelajaran kooperatif model CIRC dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut maka, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Apakah penerapan pembelajaran kooperatif model CIRC dapat meningkatkan aktivitas belajar Bahasa Inggris pada pokok bahasan Test Fungsional dan Test Monolog siswa kelas X-A SMAN I Dongko Trenggalek?”
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk peningkatan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Inggris pada pokok bahasan Test Fungsional dan Test Monolog siswa kelas X-A SMAN I Dongko Trenggalek dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model CIRC.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan, sebagai berikut:
1. Bagi Guru, khususnya guru Bahasa Inggris dan guru pada umumnya, dapat digunakan untuk mengadakan evaluasi terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan selama ini (dalam rangka perbaikan pembelajaran).
2. Bagi Siswa, diharapkan siswa dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajarnya, sehingga termotivasi untuk selalu membangun pengetahuan yang ada dalam benaknya melalui proses mentalnya dalam belajar menggunakan pembelajaran kooperatif model CIRC.
3. Bagi Kepala Sekolah
Sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijaksanaan pembinaan guru di sekolah, sehingga dapat meningkatkan motivasi dan kinerja guru dalam upaya melaksanakan tugas-tugas pembelajaran.
4. Bagi Para Peneliti, diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan pengetahuan dan dapat membandingkan dengan penerapan pembelajaran kooperatif model yang lain dan kemungkinan penerapannya di sekolah, khususnya di SMA.
E. Definisi operasional
Dalam penelitian ini digunakan beberapa istilah yang menjadi konsep pijakan bagi proses penelitian. Istilah tersebut dijelaskan dalam definisi operasional sebagai berikut:
1. Aktivitas belajar adalah suatu keadaan yang ditunjukkan oleh siswa secara langsung selama mengikuti kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris melalui pembelajaran kooperatif model CIRC. Aktivitas dalam penelitian ini meliputi: (1) aktivitas ketika kerja kelompok, aspek yang diamati keseriusan dalam kerjasama, kemampuan memecahkan masalah secara bersama, kemampuan mempertanggungjawabkan hasil kerja kelompok, dan kemampuan menyusun laporan hasil kerja kelompok, dan (2) aktivitas ketika presentasi, aspek yang diamati keaktifan atau keberanian dalam bertanya, keaktifan atau keberanian dalam menjawab, sikap dalam mengikuti kegiatan presentasi, dan keseriusan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Aktivitas belajar diukur berdasarkan skor aktivitas siswa melalui pengamatan.
2. Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) atau kooperatif terpadu membaca dan menulis merupakan salah satu bentuk model pembelajaran yang melibatkan siswa secara berkelompok 4-5 siswa untuk menganalisis Bahasa Inggris membuat laporan dari suatu wacana atau kliping sesuai dengan topik pembelajaran. Dalam penelitian ini model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) lebih sering disebut dengan pembelajaran kooperatif model CIRC


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar adalah kegiatan belajar yang melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Kegiatan belajar sebagai kegiatan penting selama hidup manusia, menjadi suatu pengalaman menyenangkan, mengasyikan, merangsang pikiran, mempersatukan dan membebaskan jiwa. Sehingga diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran yang berorientasi pada kepentingan siswa atau siswa sentries . Seperti halnya pendapat Mc Keachie (dalam Depdiknas, 2004) dalam tulisannya yang berjudul ”Student-centered versus instructor-centered Instruction”:
”Dua kutub gaya mengajar ialah ’pengajaran berpusat pada siswa dan pengajaran berpusat pada guru’ disini dia menekakan bahwa perbedaan gaya mengajar dengan perbedaan tekanan. Di satu pihak terdapat gaya yang lebih menekankan pada keaktifan guru dan di pihak lain ada yang menekankan keaktifan siswa dan sebagian besar terletak di antaranya”.

Sedangkan menurut pendapat Rocham, (1985):
”Belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik”.

Aktivitas belajar siswa mencakup dua aspek yang tidak terpisahkan yakni aktivitas mental (emosional-intelektual-sosial) dan aktivitas motorik (gerak fisik). Kedua aspek tersebut berkaitan satu sama lain, saling mengisi dan menentukan. Aktivitas siswa berjalan dari yang paling rendah samBahasa Inggris yang paling tinggi. Salah satu faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya aktivitas belajar tergantung dari stimulus guru dalam memberikan tugas-tugas kepada siswa.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa aktivitas merupakan hal-hal sebagai berikut.
a. aktivitas merupakan kegiatan yang melibatkan siswa secara langsung tanpa melihat yang menjadi pusat guru atau siswa;
b. aktivitas memusatkan pada dua kutub pengajaran yaitu siswa dan guru;
c. aktivitas merupakan suatu sistem yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik;
d. aktivitas lebih memperhatikan sudut pandang interaksi sosialnya;
e. aktivitas belajar mencakup dua aspek yaitu aspek mental (emosional-intelektual-sosial) dan aspek motorik (gerak fisik);
f. aktivitas belajar siswa ada tiga kategori dari aktivitas belajar rendah Bahasa Inggris aktivitas belajar tinggi.
Djamarah (1992) menjelaskan agak berbeda dari beberapa pendapat yang telah disebutkan diatas, ia mencatat bahwa:
”Aktivitas belajar adalah perubahan yang terjadi dalam diri individu. Perubahan merupakan hal yang penting dialami individu dalam kegiatan pembelajaran. Seseorang yang melakukan kegiatan pembelajaran dan tidak mengalami perubahan, berarti individu tersebut akan sia-sia dalam melakukan aktivitas. Agar aktivitas belajar siswa meningkat maka, perlu upaya peningkatan aktivitas melalui kegiatan pembelajaran aktif dan kreatif”.

Melalui pendekatan keterampilan proses, siswa melakukan berbagai kegiatan atau aktivitas untuk memperoleh pengetahuan sendiri sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan berkembangnya pengetahuan, berkembang pula sikap dan nilai. Sehingga ketiga unsur yaitu pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan nilai saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Pengetahuan siswa yang meningkat akan lebih menunjang pengembangan sikap dan nilai serta pengembangan keterampilan proses. Sikap dan nilai yang kian berkembang akan lebih menunjang berkembangnya keterampilan proses dan pengetahuan. Dengan kata lain siswa belajar tentang bagaimana belajar. Ini memberi isyarat bahwa ”keterampilan proses” merupakan ciri utama dari belajar aktif. Lebih popular dengan istilah cara belajar siswa aktif (CBSA). Berpikir, merasa, dan bekerja atau berbuat adalah aktivitas belajar yang menunjang keterampilan proses .
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa:
a. aktivitas adalah adanya perubahan yang terjadi dalam diri individu;
b. aktivitas dapat berkembang melalui pendekatan keterampilan, pendekatan keterampilan dapat dikelompokkan menjadi 7 kegiatan atau aktivitas, semakin tinggi aktivitas mental, semakin berbobot aktivitas belajar siswa;
c. aktivitas tercermin dari bagaimana siswa menggunakan dan menyamBahasa Inggriskan suatu gagasan dalam suatu kegiatan diskusi.
Dalam upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa, khususnya dalam pembelajaran BAHASA INGGRIS, guru dapat memilih strategi penyamBahasa Inggrisan materi yang tepat dan sesuai dengan karakteristik materi serta karakteristik siswa, diantaranya adalah pembelajaran kooperatif model CIRC atau kooperatif terpadu membaca dan menulis. Kerangka berpikir pembelajaran kooperatif model CIRC atau kooperatif terpadu membaca dan menulis ini, menganut bahwa pembelajaran berpusat pada siswa. Maka siswalah yang aktif menstruktur kognitifnya dengan berdasar pengalaman yang diperolehnya. Disinilah aktivitas belajar siswa berkembang. Salah satu indikatornya adalah makin meningkatkan frekuensi aktivitas belajar yang ditujukkan, misalnya adalah frekuensi aktivitas bertanya, frekuensi menjawab pertanyaan, frekuensi memecahkan masalah, kemampuan memperhatikan dan menanggapi pendapat orang lain, dan kemampuan unjuk kerja selama mengikuti pelajaran serta kemampuan untuk presentasi di muka kelas.
Dalam penelitian ini diduga aktivitas siswa tidak hanya dalam menerima informasi tetapi juga dalam memproses informasi tersebut secara aktif dan otak membantu melaksanakan refleksi baik secara eksternal maupun internal. Belajar secara pasif (tidak hidup) karena siswa mengalami proses tanpa rasa ingin tahu, tanpa pertanyaan dan tanpa daya tarik pada hasil. Sedangkan belajar secara aktif siswa dituntut mencari sesuatu, sehingga dalam pembelajaran seluruh potensi siswa akan terlibat secara optimal. Aktivitas belajar siswa disusun oleh guru, sehingga dalam pembelajaran ada keseimbangan aktivitas yang dilakukan guru dengan aktivitas yang dilakukan oleh siswa. Dengan menggunakan pembelajaran kooperatif model CIRC diharapkan akan terjadi peningkatan aktivitas siswa dalam: (1) aktivitas kelompok meliputi:(a) keseriusan dalam kerjasama, (b) kemampuan memecahkan masalah secara bersama, (c) kemampuan mempertanggungjawabkan hasil diskusi kelompok, (d) kemampuan menyusun laporan hasil diskusi, dan (2) aktivitas individu meliputi: (a) keaktifan atau keberanian dalam bertanya, (b) keaktifan atau keberanian dalam menjawab, (c) sikap dalam mengikuti kegiatan presentasi, (d) keseriusan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

B. Pembelajaran Cooperatif Integrated Reading and Composition CIRC (Koopertif Terpadu Membaca dan Menulis)
Model pembelajaran merupakan suatu kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencaBahasa Inggris tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Joyce (dalam Trianto, 2007) yang menyatakan bahwa setiap model pembelajaran memberi arahan dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik dalam mencaBahasa Inggris tujuan pembelajaran. Terkait dengan hal tersebut, lebih luas Kasdi dan Nur menjelaskan sebagai berikut:
”Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah: (1) rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta dan pengembangnya, artinya model pembelajaran meliputi suatu pendekatan yang luas dan menyeluruh, (2) landasan pemikiran tentang tujuan pembelajaran yang akan dicaBahasa Inggris artinya model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajarannya, sintaks dan lingkungan belajarnya, (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil artinya sintak (pola urutan) dari suatu model pembelajaran tertantu menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang harus dilakukan oleh guru atau siswa., dan (4) lingkungan belajarn yang diperlukan agar model pembelajaran dapat tercaBahasa Inggris artinya tiap-tiap model pembelajaran membutuhkan system pengelolaan dan lingkungan belajar yang sedikit berbeda”. (Kasdi dan Nur, 2000).

Salah satu bentuk pembelajaran yang menggunakan teori konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika meraka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning) mengacu pada metode pembelajaran yang menempatkan siswa bekerjasama dalam kelompok kecil yang saling membantu dalam belajar (Slavin, 1995). Lebih lanjut dikatakan bahwa kebanyakan pembelajaran kooperatif melibatkan siswa dalam kelompok yang terdiri atas 4 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda. Pembelajaran kooperatif yang dikemukakan Slavin ini berdasarkan pada teori Vygotsky yang berpendapat seperti Piaget yaitu bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa.
Teori Vygotsky lebih menekankan pada aspek sosial dari suatu pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas secara kolaborasi dengan tingkat kesulitan berkisar pada Zona Of Proximal Development (ZPD) hasilnya akan lebih baik daripada bekerja sendiri-sendiri. Kolaborasi ini dapat dilakukkan dengan teman sebaya (peer collaboration), dan dampak dialog dengan teman sebaya ini adalah terjadinya pertukaran gagasan dengan penuh kerjasama, saling memperoleh kesempatan dan tidak otoriter. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencaBahasa Inggris sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesame manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.
Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) atau kooperatif terpadu membaca dan menulis merupakan pendekatan pembelajaran yang diadaptasikan dengan kemampuan peserta didik, dan dalam proses pembelajarannya membangun kemampuan peserta didik untuk membaca dan menyusun rangkuman berdasarkan materi yang dibacanya. Sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (1995) bahwa pembelajaran kooperatif CIRC merupakan sebuah program pemahaman membaca dan menulis pada tingkat atas, tingkat dasar, dan menengah.
Berdasarkan pendapat tersebut berarti pembelajaran kooperatif model CIRC bertujuan memanfaatkan adanya kerjasama dalam kelompok yang membantu siswa untuk belajar secara kooperatif dengan menerapkan kemampuan pemahaman membaca dan menuangkan dalam bentuk laporan atau tulisan.
Pembelajaran kooperatif model CIRC secara aktif melibatkan kecerdasan interpersonal, mengajar siswa untuk dapat bekerjasama yang baik dengan orang lain, mendorong kolaborasi (kerjasama), berkompromi, dan bermusyawarah mencaBahasa Inggris kesepakatan, dan secara umum menyiapkan mereka untuk masuk dalam dunia hubungan personal. Ada beberapa komponen dalam pembelajaran kooperatif antara lain: (1) semua anggota kelompok harus bekerjasama untuk menyelesaikan tugas, (2) kelompok harus heterogen agar ada keseimbangan antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan rendah, (3) aktivitas-aktivitas pembelajaran perlu dirancang sedemikian rupa sehingga setiap siswa berkontribusi kepada kelompok dan setiap anggota kelompok dapat dinilai atas dasar kinerjanya, dan (4) perlu dijelaskan tujuan pembelajaran agar hasil pembelajaran sesuai dengan tujuannya (Jasmine, 2007).
Selain itu pembelajaran kooperatif juga memiliki arti penting dalam kegiatan pembelajaran antara lain: dunia anak adalah dunia nyata, proses pemahaman anak terhadap suatu konsep dalam suatu peristiwa/objek, pembelajaran akan lebih bermakna, memberi peluang siswa untuk mengembangkan kemampuan diri, memperkuat kemampuan yang diperoleh, dan efesien waktu.

BAB III
METODE PENELITIAN

Dalam metode penelitian ini akan diuraikan tentang, tempat dan waktu penelitian, jenis penelitian, definisi operasional dan teknik pengumpulan data.
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini mengikuti suatu daur (siklus) yang didalamnya terdapat kegiatan merencanakan tindakan, melaksanakan tindakan, melakukan pengamatan, dan melaksanakan refleksi atas tindakan yang telah dilakukan.
Pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif jenis PTK, maka pelaksanaan penelitian ini menuntut kehadiran tim peneliti yang terdiri dari satu peneliti sebagai observer dan guru bidang studi Bahasa Inggris di lapangan, karena berperan sebagai instrument peneliti dan pemberi tindakan. Kehadiran guru dalam proses pembelajaran di kelas sangat penting karena sebagai instrument yang utama berperan dalam hal perencanaan kegiatan, pengumpul data, penganalisa data, pelapor hasil penelitian, dan sebagai pelaksana tindakan. Berkenaan dengan hal tersebut, maka kehadiran peneliti di lapangan adalah menyusun rencana kegiatan, mengumpulkan data, dan melaksanakan wawancara dengan subjek penelitian (siswa). Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti merekam dan mencatat tingkah laku siswa dan semua kegiatan belajar selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung.
Konsep pokok penelitian tindakan kelas Model Kurt Lewin (dalam Rochiati, 2005) terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (Reflecting ). Hubungan keempat komponen tersebut dipandang sebagai satu siklus yang dapat digambarkan sebagai berikut.








Diagram 3.1 Hubungan Komponen-komponen PTK
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan atas dasar pemahaman bahwa telah terjadi proses pembelajaran yang kurang efektif. Menurut Elliot (2005) penelitian tindakan kelas dilakukan apabila (1) menghadapi masalah tertentu yang harus segera ditanggulangi, (2) ingin menerapkan sesuatu yang baru/mungkin studi hasil inovasi dan (3) meningkatkan kualitas pembelajaran. Oleh karena itu penelitian tindakan kelas dilakukan secara kolaboratif, yaitu dengan cara kerja sama antara guru dan peneliti untuk melakukan penelitian kelas secara bersama di kelas dan atau di sekolah dalam model penelitian tindakan kelas yang kolaboratif. Kegiatan ini dilakukan oleh peneliti dan guru terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu menyusun rencana tindakan, melaksanakan tindakan, melakukan observasi, dan membuat analisis dilanjutkan dengan melakukan refleksi. Apabila dari hasil analisis dan refleksi yang dilakukan masih dirasa perlu dilakukan tindakan lebih lanjut maka akan disusunn rencana tindakan berikutnya. Pada penelitian ini, subjek yang melaksanakan kegiatan pembelajaran adalah guru Bahasa Inggris di SMAN I Dongko Trenggalek.

B. Lokasi, Subjek dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini di SMAN I Dongko Trenggalek. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran 2008/ 2009. Pengambilan data dilakukan selama 2 siklus pembelajaran, dimana setiap siklus terdiri atas dua kali tatap muka atau dua kali pertemuan.
Subjek penelitian adalah siswa SMAN I Dongko Trenggalek kelas X-A. Jumlah siswa di kelas adalah 38 orang. Yang teridri dari 16 orang siswa dan 22 orang siswi.

C. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dirancang sebagai penelitian tindakan kelas (classroom action research) secara kolaboratif, antara peneliti dan guru mata pelajaran Bahasa InggrisSMAN I Dongko Trenggalek. Menurut Kemmis & Mc Targgart, pelaksanaan penelitian tindakan kelas mencakup empat langkah, yaitu merencanakan tindakan, melaksanakan tindakan dan observasi/pengamatan, refleksi hasil pengamatan, dan perubahan/revisi perencanaan untuk pengembangan selanjutnya.
Secara operasional prosedur penelitian dapat dibuat gambar sebagai berikut:










Diagram 3.2 Alur Prosedur Penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Siklus I
1. Perencanaan Tindakan I
Kegiatan yang dilakukan oleh peneliti pada tahap ini memilih materi yang akan dibahas, menyusun rencana pembelajaran, dan LKS.
Pada siklus I pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran kooperatif model CIRC dengan kerja kelompok dan presentasi hasil kerja. Siklus I dilakukan 1 x pertemuan (2 x 40 menit), pada waktu pertemuan I siswa dibentuk kelompok , diberi bacaan atau wacana dari buku paket Bahasa Inggris .
Peneliti bertindak sebagai observer sekaligus melaksanakan pembelajaran. Selain peneliti terdapat seorang rekan guru yang ikut juga mengamati dan merekam data penelitian. Selama proses pembelajaran, observer melakukan pengamatan dengan mengisi lembar observasi aktivitas belajar siswa selama kegiatan pembelajaran kooperatif model CIRC.
2. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran Siklus I
Pelaksanaan pembelajaran Bahasa Inggris, untuk siklus I dilaksanakan satu kali pertemuan. Proses pembelajaran tersebut terdiri dari tiga kegiatan, yaitu:
1. Kegiatan Awal
Pada kegiatan awal, guru mengawali membuka pelajaran dengan memberi salam kepada siswa, sementara peneliti menuju tempat yang tersedia. Setelah itu guru mengisi presensi dan jurnal kelas. Kemudian guru mempersiapkan fasilitas segala sesuatu yang berkaitan dengan pembelajaran. Selanjutnya, guru memberi penjelasan tentang pokok materi pelajaran yang dibahas, selain itu guru juga menjelaskan mengenai tujuan dari pembelajaran tersebut.


2. Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti ini di awali dengan guru memerintahkan siswa untuk berkumpul sesuai dengan kelompok masing-masing yang telah dibentuk minggu yang lalu dimana setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa, sehingga kelas terbagi menjadi 9 kelompok. Pada saat ini suasana kelas ramai. Kemudian guru menenangkan kondisi kelas.
Selanjutnya guru memberi penjelasan langkah-langkah yang harus dikerjakan diantaranya semua siswa harus membaca buku bacaan, sedangkan siswa memperhatikan penjelasan guru, suasana kelas. Pada saat ini siswa tampak aktif bekerja, karena semua membaca wacana atau bacaan. Kemudian guru memberi LKS yang harus dikerjakan secara. Guru berkeliling ke setiap kelompok untuk memberi bimbingan pada kelompok yang belum mengerti. Pada saat ini siswa tampak aktif bekerja, namun tidak semua siswa hanya beberapa siswa yang tampak aktif sedangkan yang lainnya bermain, bergurau, dan bercerita sendiri.
Setelah selesai mengerjakan LKS wakil dari kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok. Selanjutnya salah satu wakil dari kelompok 1 maju mempresentasikan hasil kerja kelompok, dengan cara menuliskan hasilnya dipapan tulis, kelompok lain menanggapi hasil kerja kelompok 1. Selama kelompok 1 presentasi anggota kelompoknya ikut bertanggung jawab atas tulisan atau hasil kerja yang dipresentasikan. Pada saat kelompok 1 maju kelompok 4 ada yang bertanya apa pengertian lingkungan. Anggota kelompok 1 mencoba menjawab bahwa lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar tempat tinggal manusia dan sangat dibutuhkan dalam kelangsungan hidup sehingga perlu dicatat. Presentasi kelompok 1 selama 10 menit dilanjutkan oleh kelompok 2 tentang unsur abiotik dengan cara menuliskan hasil kerja kelompok di papan tulis dan kelompok lain menanggapi.
3. Kegiatan Akhir
Guru mengulas kembali materi yang disajikan. Begitu juga dengan arti penting Bahasa Inggris bagi kehidupan. Refleksi materi siswa diberi kesempatan untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dimengerti. Siswa diberi pertanyaan tertulis (tes tertulis) (soal terlampir pada lampiran 6). Tugas untuk minggu depan siswa disuruh membawa kliping tentang flora dan fauna.
3. Observasi Tindakan I
Observasi yang dilakukan pada pembelajaran siklus I menyangkut pelaksanaan kegiatan pembelajaran yaitu, apakah kegiatan pembelajaran telah sesuai dengan rencana pembelajaran. Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti dan guru melakukan pengamatan dan penilaian terhadap siswa. Adapun hasil pengamatan antara lain:
1) Pembagian kelompok masih terlihat adanya perbedaan gender, sehingga terlihat kelompok laki-laki yang lebih kuat.
2) Pada waktu guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran banyak kurang jelas, sehingga banyak siswa yang tidak mengerti.
3) Guru sudah melibatkan siswa dalam kerja kelompok pada kegiatan pembelajaran, namun belum semua siswa terlibat karena masih banyak siswa yang hanya diam saja.
4) Pada waktu kegiatan presentasi tentang materi unsur-unsur lingkungan dan arti penting lingkungan bagi kehidupan, hanya beberapa siswa saja yang berani bertanya maupun menjawab pertanyaan dari kelompok lain, mereka nampak masih malu atau takut bertanya maupun menjawab pertanyaan kelompok lain atau membantu kelompoknya sendiri.
5) Masih ada beberapa anggota kelompok yang tidak mau memperhatikan temannya saat temannya mempresentasikan hasil kerjanya bahkan sambil bermain atau bergurau.
6) Laporan akhir yang dikumpulkan belum lengkap.
7) Penerapan pembelajaran kooperatif model CIRC pada kegiatan awal mencaBahasa Inggris kualifikasi cukup, kegiatan inti guru masih ada yang kurang memberikan pujian dan pengarahan pada waktu presentasi, sedangkan pada kegiatan akhir guru kurang memberikan refleksi.
4. Refleksi Tindakan I
Setelah menemukan permasalahan-permasahan pada saat observasi pelaksanaan tindakan siklus I, maka diambil tindakan sebagai berikut:
1) Pembagian kelompok dilakukan oleh guru dan kelompok terdiri dari laki-laki dan perempuan. Hal bertujuan menghilangkan perbedaan gender.
2) Guru sebaiknya dalam memberi penjelasan yang lebih jelas dan terperinci
3) Sebaiknya mengatur siswa agar semua siswa mendapat kesempatan untuk bertanya maupun menjawab pertanyaan dari kelompok lain maupun kelompoknya sendiri.
4) Guru sebaiknya memotivasi siswa agar mau bekerja sama dalam mengerjakan tugas kelompok.
5) Sebaiknya guru menegur siswa yang tidak mau mendengarkan temannya saat membacakan hasil kerjanya dan siswa yang bermain sendiri atau bergurau pada saat temannya kerja kelompok.
6) Guru menjelaskan bentuk laporan akhir yang harus dikumpulkan.
7) Guru perlu meningkatkan pelaksanaan pembelajaran terutama pada kegiatan inti dengan memberikan pujian dan pengarahan pada siswa serta memberikan refleksi pada siswa di akhir kegiatan pembelajaran.

B. Siklus II
Pada siklus II pokok bahasan yang digunakan sama dengan siklus I.. Siklus II dilaksanakan satu kali pertemuan.
a. Perencanaan Tindakan II
Sebelum pelaksanaan tindakan, disusun rencana pembelajaran. Pada siklus ini pembelajaran dilakukan dengan menggunakan media kliping. Metode pembelajaran yang digunakan kerja kelompok dan tanya jawab.
Dalam kerja kelompok, masing-masing kelompok membahas materi Bahasa Inggris sesuai dengan tema masing-masing kelompok dan tema tiap kelompok btidak sama. Kelompok ditentukan oleh guru yang anggotanya terdiri 4-5 orang siswa laki-laki dan perempuan. Selain rencana pembelajaran dan wacana/kliping, disiapkan juga lembar observasi dan catatan lapangan yang digunakan untuk mencatat segala aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
b. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran Siklus II
Proses pembelajaran tersebut terdiri dari tiga kegiatan, yaitu:
1. Kegiatan Awal
Pada kegiatan awal, guru mengawali membuka pelajaran dengan memberi salam kepada siswa, sementara peneliti menuju tempat yang tersedia. Setelah itu guru mengisi presensi dan jurnal kelas. Kemudian guru mempersiapkan fasilitas segala sesuatu yang berkaitan dengan pembelajaran. Selanjutnya, guru memberi penjelasan tentang pokok materi pelajaran yang dibahas. Selain itu guru juga menjelaskan mengenai tujuan dari pembelajaran tersebut.
2. Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti ini diawali dengan guru menyuruh siswa untuk kumpul sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Suasana tampak gaduh karena siswa berpindah tempat duduk menyesuaikan kelompoknya masing-masing. Guru mengkondisikan suasana agar kembali tenang. Selanjutnya guru menjelaskan langkah-langkah yang harus dikerjakan oleh siswa. Siswa dalam kelompoknya masing-masing diberi tugas untuk membaca. Dengan bekerja sama dalam kelompok siswa disuruh membuat resume dari kliping. Guru berkeliling ke setiap kelompok siswa untuk membimbing kerja kelompok.
3. Kegiatan Akhir
Pada kegiatan akhir pelajaran, guru melakukan tes akhir (post-test) dengan membagi lembar soal untuk dikerjakan siswa. Tujuan dari pemberian tes akhir ini adalah untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa. Jawaban tes akhir dan lembar hasil kerja kelompok dikumpulkan. Selanjutnya guru mengakhiri pelajaran dengan memberikan tindak lanjut supaya siswa mempelajari materi pelajaran yang berkaitan dengan teks fungsional dan teks pendek.

c. Observasi Tindakan II
Selama proses belajar mengajar berlangsung, peneliti bersama guru melakukan pengamatan dan penilaian terhadap siswa. Adapun hasil pengamatan antara lain:
1) Hampir semua siswa terlibat dalam kerja kelompok.
2) Hampir semua siswa aktif menjawab pertanyaan dan berani bertanya kepada kelompok tentang materi pelajaran yang belum dimengerti.
3) Meskipun siswa sudah terbiasa dengan kerja kelompok, namun masih ada siswa yang tidak mau mengerjakan tugas kelompok, pada waktu kegiatan presentasi tidak aktif atau hanya diam saja.
4) Laporan akhir sudah baik, namun masih ada kelompok yang belum lengkap hasil laporannya.
5) Penerapan pembelajaran kooperatif pada kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir meningkat dan sudah mencapai kualifikasi cukup dan baik.
d. Refleksi Tindakan II
Langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan berdasarkan hasil temuan penelitian pada siklus II sebagai berikut:
1) Memberikan pujian yang dapat merangsang aktivitas siswa untuk lebih aktif dalam kerja kelompok maupun pada waktu presentasi.
2) Memberikan pertanyaan tuntunan dan acuan pada kelompok yang mampu berkomunikasi pada waktu presentasi hasil kerja kelompok.
3) Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan akhir hasil presentasi kerja kelompok.
4) Perlu peningkatan dalam penerapan pembelajaran kooperatif model CIRC.
Data tentang aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Inggris dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model CIRC diperoleh melalui pengamatan atau observasi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Aktivitas belajar siswa yang diamati pada penelitian ini adalah aktivitas belajar ketika kerja kelompok dan aktivitas pada waktu presentasi.
C. Diskripsi Aktivitas Belajar Siswa
Data tentang aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Inggris dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model CIRC diperoleh melalui pengamatan atau observasi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Aktivitas belajar siswa yang diamati pada penelitian ini adalah aktivitas belajar ketika kerja kelompok dan aktivitas pada waktu presentasi.
1. Data Hasil Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa Pada Siklus I
Adapun hasil observasi pada siklus I ditinjau dari aktivitas belajar ketika kerja kelompok, aspek yang diamati keseriusan dalam kerjasama, kemampuan memecahkan masalah secara bersama, kemampuan mempertanggungjawabkan hasil kerja kelompok, dan kemampuan menyusun laporan hasil kerja kelompok.
Adapun hasil analisis peningkatan aktivitas belajar siswa dalam kerja kelompok selama pembelajaran kooperatif model CIRC dalam persentase dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4 Persentase Aktivitas Belajar Ketika Kerja Kelompok Siklus I
No. Aspek yang dinilai Skor Total
3 2 1 ∑
f f f %
1. Keseriusan dalam kerja kelompok 2 10 23 56 42,98
2. Kemampuan memecahkan masalah 3 17 18 61 53,51
3. Kemampuan mempertanggungjawabkan hasil 3 13 22 57 50,00
4. Kemampuan menyusun laporan hasil kerja kelompok 2 16 20 58 50,88
Berdasarkan tabel 4.4 tersebut dapat diketahui bahwa pada siklus I siswa yang serius atau sungguh-sungguh dalam kerja kelompok mencapai 42,98% masuk dalam kategori kurang dengan sebaran sebagai berikut 3 siswa serius, 10 siswa sambil bergurau, dan 23 siswa tidak serius hanya diam saja atau pasif. Kemampuan memecahkan masalah mencapai 53,51% yang terdiri dari 3 siswa mampu dan selalu mengemukakan idenya, 17 siswa mampu tapi jarang mengemukakan idenya, dan 18 siswa tidak mampu dan tidak pernah mengemukakan idenya. Kemampuan mempertanggungjawabkan hasil kerja kelompok mencapai 50,00% yang terdiri dari 3 siswa mampu mempertanggungjawabkan hasil kerja kelompok artinya dapat menjawab dan mempertahankan hasil kerja kelompok, 13 siswa hanya dapat membantu tapi kadang-kadang, 22 siswa hanya diam dan tidak pernah membantu mempertanggungjawabkan hasil kerja kelompok. Sedangkan kemampuan menyusun laporan hasil kerja kelompok mencapai 50,88% yang terdiri dari 2 siswa (2 kelompok) mampu menyusun laporan dengan baik dan penulisan yang rapi, 16 siswa laporannya kurang lengkap dan 20 siswa laporan tidak lengkap dan tulisan tidak rapi.
Selanjutnya dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada siklus I keseriusan dalam kerja sama masih sangat kurang, kemampuan untuk memecahkan masalah juga masih sangat kecil, kemampuan mempertanggungjawabkan hasil kerja kelompok juga masih sangat sedikit, dan kemampuan menyususn laporan akhir juga masih banyak yang kurang lengkap. Dapat dikatakan bahwa aktivitas belajar siswa ketika kerja kelompok pada siklus I masih kurang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut.

Diagram 4.1. Persentase aktivitas belajar siswa ketika
kerja kelompok pada siklus I

Hasil pengamatan aktivitas belajar siswa ketika presentasi pada siklus I dapat dilihat pada lampiran 16a. Adapun hasil analisis peningkatan aktivitas belajar siswa dalam kerja kelompok selama pembelajaran kooperatif model CIRC dalam persentase dapat dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Persentase Aktivitas Belajar Ketika Presentasi Siklus I
No. Aspek yang dinilai Skor Total
3 2 1 ∑
f f f %
1. Keberanian untuk bertanya 3 14 21 58 50,88
2. Keberanian menjawab pertanyaan 3 17 18 61 53,51
3. Sikap pada waktu mengikuti presentasi 2 17 19 59 51,80
4. Keseriusan mengikuti pembelajaran - 20 18 58 50,90

Berdasarkan tabel 4.5 tersebut dapat diketahui bahwa pada siklus I siswa yang berani mengajukan pertanyaan pada waktu presentasi mencapai 50,88% terdiri dari 3 siswa selalu aktif bertanya, 14 siswa kadang-kadang bertanya, dan 21 siswa tidak pernah bertanya pada waktu presentasi. Keberanian menjawab pertanyaan mencapai 53,51% yang terdiri dari 3 siswa selalu mampu menjawab pertanyaan dari teman, 17 siswa hanya menjawab pertanyaan waktu kelompok presentasi, dan 18 siswa tidak pernah menjawab pertanyaan. Sikap pada waktu mengikuti presentasi mencapai 51,80% yang terdiri 2 siswa sikapnya sangat memperhatikan, 17 siswa kurang memperhatikan, dan 19 siswa acuh tak acuh atau tidak memperhatikan pada waktu presentasi. Keseriusan mengikuti pembelajaran mencapai 50,90% terdiri dari 20 siswa kurang serius dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, 18 siswa tidak serius dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, dan tidak ada siswa yang serius atau sungguh-sungguh dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Selanjutnya dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada siklus I keberanian bertanya, menjawab pertanyaan, sikap dalam mengikuti pembelajaran, dan keseriusan dalam mengikuti pembelajaran masih sangat rendah. Dapat dikatakan bahwa aktivitas belajar siswa selama kegiatan presentasi masih kurang. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada diagram berikut.


Diagram 4.2 Persentase aktivitas belajar siswa ketika
presentasi pada siklus I

2. Data Hasil Pengamatan Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Model CIRC Pada Siklus I
Aspek yang diamati pada pelaksanaan pembelajaran kooperatif model CIRC pada kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir pada setiap siklus. Pengamatan menggunakan lembar observasi dan hasil pengamatannya seperti pada tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Model CIRC Siklus I
Tahap Kegiatan Skor % Nilai Taraf
Perolehan Max Angka Huruf
Awal
Inti
Akhir 6
20
8 10
35
15 60
57,14
53 3
3
3 C
C
C Cukup
Cukup
Cukup
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran kooperatif model CIRC pada siklus I mencapai taraf cukup dimana pada kegiatan awal mencapai taraf cukup, kegiatan inti taraf cukup tetapi masih ada kegiatan yang kurang yaitu pemberian motivasi dan pengarahan pada siswa, sedangkan pada kegiatan akhir kurang dalam memberikan refleksi.
3. Data Hasil Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa Pada Siklus II
Perolehan hasil pengamatan pada siklus II dapat dilihat pada lampiran 15b. Hasil analisis peningkatan aktivitas belajar siswa dalam kerja kelompok selama pembelajaran kooperatif model CIRC dalam persentase dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Persentase Aktivitas Belajar Ketika Kerja Kelompok Siklus II
No. Aspek yang dinilai Skor Total
3 2 1 ∑
f f f %
1. Keseriusan dalam kerja kelompok 5 16 17 64 56,14
2. Kemampuan memecahkan masalah 5 22 11 70 61,40
3. Kemampuan mempertanggungjawabkan hasil 6 19 13 69 60,53
4. Kemampuan menyusun laporan hasil kerja kelompok 6 18 14 66 59,65
Berdasarkan tabel 4.7 tersebut dapat diketahui bahwa pada siklus II siswa yang serius atau sungguh-sungguh dalam kerja kelompok mencapai 56,14% masuk dalam kategori cukup dengan sebaran sebagai berikut 5 siswa serius, 16 siswa sambil bergurau, dan 17 siswa tidak serius hanya diam saja atau pasif. Kemampuan memecahkan masalah mencapai 61,40% yang terdiri dari 5 siswa mampu dan selalu mengemukakan idenya, 22 siswa mampu tapi jarang mengemukakan idenya, dan 11 siswa tidak mampu dan tidak pernah mengemukakan idenya. Kemampuan mempertanggungjawabkan hasil kerja kelompok mencapai 60,53% yang terdiri dari 6 siswa mampu mempertanggungjawabkan hasil kerja kelompok artinya dapat menjawab dan mempertahankan hasil kerja kelompok, 19 siswa hanya dapat membantu tapi kadang-kadang, 13 siswa hanya diam dan tidak pernah membantu mempertanggungjawabkan hasil kerja kelompok. Sedangkan kemampuan menyusun laporan hasil kerja kelompok mencapai 59,65% yang terdiri dari 6 siswa mampu menyusun laporan dengan baik dan penulisan yang rapi, 18 siswa laporannya kurang lengkap dan 14 siswa laporan tidak lengkap dan tulisan tidak rapi.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada siklus II ada peningkatan dalam keseriusan dalam kerja sama tetapi belum seberapa dari 42,98% menjadi 56,14%, kemampuan untuk memecahkan masalah meningkat tetapi masih sangat kecil yaitu dari 53,51% menjadi 61,40%, kemampuan mempertanggung-jawabkan hasil kerja kelompok meningkat tetapi juga masih sangat sedikit dari 50,00% menjadi 60,53%, dan kemampuan menyususn laporan akhir juga meningkat tetapi masih banyak yang kurang lengkap dari 50,88% menjadi 59,65%. Dari sini dapat diketahui bahwa dari siklus I dan siklus II aktivitas belajar siswa dalam kerja kelompok mengalami peningkatan tetapi belum seberapa.

Diagram 4.3 Persentase aktivitas belajar siswa ketika kerja
kelompok pada siklus II

Hasil pengamatan aktivitas belajar siswa pada waktu presentasi pada siklus II dapat dilihat pada lampiran 16b. Adapun hasil analisis peningkatan aktivitas belajar siswa dalam kerja kelompok selama pembelajaran kooperatif model CIRC dalam persentase dapat dilihat pada tabel 4.8
Tabel 4.8 Persentase Aktivitas Belajar Ketika Presentasi Siklus II
No. Aspek yang dinilai Skor Total
3 2 1 ∑
f f f %

1. Keberanian untuk bertanya 3 21 14 65 57,02
2. Keberanian menjawab pertanyaan 3 23 12 68 59,65
3. Sikap pada waktu mengikuti presentasi 2 25 11 67 58,77
4. Keseriusan mengikuti pembelajaran 2 26 10 66 57,90

Berdasarkan tabel 4.8 tersebut dapat diketahui bahwa pada siklus II siswa yang berani mengajukan pertanyaan pada waktu presentasi mencapai 57,02% terdiri dari 3 siswa selalu aktif bertanya, 21 siswa kadang-kadang bertanya, dan 14 siswa tidak pernah bertanya pada waktu presentasi. Keberanian menjawab pertanyaan mencapai 59,65% yang terdiri dari 3 siswa selalu mampu menjawab pertanyaan dari teman, 23 siswa hanya menjawab pertanyaan waktu kelompok presentasi, dan 12 siswa tidak pernah menjawab pertanyaan. Sikap pada waktu mengikuti presentasi mencapai 58,77% yang terdiri 2 siswa sikapnya sangat memperhatikan, 11 siswa kurang memperhatikan, dan 11 siswa acuh tak acuh atau tidak memperhatikan pada waktu presentasi. Keseriusan mengikuti pembelajaran mencapai 57,90% terdiri dari 2 siswa serius dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, 26 siswa kadang-kadang serius dan kadang-kadang tidak karena sambil bergurau dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, dan 10 siswa tidak serius dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Selanjutnya dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada siklus II keberanian bertanya, menjawab pertanyaan, sikap dalam mengikuti pembelajaran, dan keseriusan dalam mengikuti pembelajaran sudah mengalami peningkatan dari pada siklus I, namun masih belum maksimal. Dapat dikatakan bahwa aktivitas belajar siswa selama kegiatan presentasi meningkat.

Diagram 4.4 Persentase aktivitas belajar siswa ketika
presentasi pada siklus II
4. Data Hasil Pengamatan Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Model CIRC Pada Siklus II
Aspek yang diamati pada pelaksanaan pembelajaran kooperatif model CIRC pada kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir pada setiap siklus. Pengamatan menggunakan lembar observasi dan hasil pengamatannya seperti pada tabel 4.9 berikut ini.
Tabel 4.9 Hasil Pengamatan Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Model CIRC
Tahap Kegiatan Skor % Nilai Taraf
Perolehan Max Angka Huruf
Awal
Inti
Akhir 7
23
11 10
35
15 70
65,71
73,33 4
3
4 B
C
B Baik
Cukup
Baik

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran kooperatif model CIRC pada siklus II pada kegiatan awal mencapai taraf baik, kegiatan inti taraf cukup, dan pada kegiatan akhir baik. Hal ini berarti ada peningkatan pada pelaksanaan pembelajaran kooperatif model CIRC dari siklus I.

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa: Pembelajaran Bahasa Inggris siswa kelas X-A SMAN 1 Dongko Trenggalek dengan menggunakan model pembelajaran CIRC dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa sebagai berikut
1. Aktivitas belajar siswa ketika kerja kelompok melalui pembelajaran model CIRC dilihat dari aspek keseriusan dalam kerjasama, kemampuan memecahkan masalah, aspek kemampuan mempertanggungjawabkan hasil kerja kelompok, dan dari aspek kemampuan menyusun laporan hasil kerja kelompok mengalami peningkatan dari siklus I dan siklus II.
2. Aktivitas belajar siswa pada waktu presentasi selama mengikuti proses pembelajaran dengan menerapkan model CIRC dilihat dari aspek keaktifan atau keberanian dalam bertanya, keaktifan atau keberanian dalam menjawab, sikap dalam mengikuti kegiatan presentasi, dan keseriusan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran mengalami peningkatan dari siklus I dan siklus II.
3. Dari pelaksanaan pembelajaran hasil temuan penelitian selama proses pembelajaran, persentase keberhasilan pelaksanaan pembelajaran kooperatif model CIRC ditinjau dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup mengalami peningkatan dari siklus I dan siklus II pada mata pelajaran Bahasa Inggris.
B. Saran-Saran.
Berkaitan dengan kesimpulan penelitian ini, ada beberapa saran yang dapat disam Bahasa Inggriskan sebagai berikut:
1. Saran Bagi guru
a. Agar aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Inggris di SMAN 1 Dongko Trenggalek meningkat, sebaiknya temuan penelitian ini dapat digunakan acuan oleh guru Bahasa Inggris khususnya dan para guru mata pelajaran lain pada umumnya dengan menerapkan pembelajaran model CIRC.
b. Guru Bahasa Inggris hendaknya lebih termotivasi dalam hal: (1) menggunakan model pembelajaran yang bervariasi, (ada ceramah, diskusi Jigsaw, TGT, STAD, CIRC, dsb), (2) menciptakan suasana belajar yang kondusif, (3) menggunakan lingkungan sekitar sebagai media pembelajaran, sebagai suatu upaya mengurangi verbalisme siswa dalam mata pelajaran Bahasa Inggris.
2. Saran bagi sekolah
Bagi sekolah hendaknya dapat menginformasikan dan mengadakan pelatihan tentang model-model pembelajaran kooperatif, sehingga pembelajaran lebih efektif dan bervariasi khususnya bagi guru di SMA

DAFTAR RUJUKAN

Amin, dkk. 2005.Penerapan kegiatan Hands On Activity Dalam Pembelajaran Biologi Pokok Bahasan Ekosistem Untuk Meningkatkan Motivasi, Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas IC SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang. Malang: Lembaga penelitian Universitas Negeri Malang.
Arends. R.I 1997. Class Room Instructional and Management. New York: Mc Graw-Hill Book Campany.
Arthur, W., Chickering and Zelda, F., Gamson. 1987. Seven Principles for Good Practice. AAHE Bulletin 39: 3-7.
Box, Jeanie A., Little, David C. 2003. Cooperative Small-group instruction combined with advanced organizer and their relationship to self-consept and social studies achievement of elementary school students. Journal of Instructional Pshycology, Dec v30i4p285 (3). Universitas Negeri Surabaya Expended Academic ASAP.
Calderَn, M., Hertz-Lazarowitz, R., & Slavin, R.E. (1998). Effects of bilingual cooperative integrated reading and composition on students making the transition from Spanish to English reading.
Chotimah, Husnul. 2007. Model-model Pembelajaran untuk PTK. Yayasan Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Fatchan, Ach. 2004. Penelitian Tindakan Kelas dan Teknik Pembuatan Proposal. Malang: Lemlit-UM.
Harsiati, T . 2000. Meningkatkan Kemampuan dan Minat Siswa dalam Pembelajaran Menulis di SMP II malang. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Malang: Lemlit Universitas Negeri Malang.
Heinich, R., Molenda., & Russel, I.D. 1982. Intructional Media and New Technology of Instruction. New York: John Wiley & Sons.
Hopkins, David. 1993. A Teacher’s Guide to Classroom Research. Buckingham: Open University Press.
Jasmine, Julia. 2007. Mengajar Berbasis Multiple Intelligences. Bandung: Nuansa.
Kasdi,S. dan Nur, M. 2000. Pengajaran Langsung. Surabaya: University Press.
Kemmis, S. Dan McTaggart, R. (Eds). 1988. The Action Research Planner. Victoria: Deakin University Press.
Madden, NA., Slavin, R.E., and Stevens, R.J. 1986. Cooperative Integrated Reading and Comparison: Teacher’s manual. Johns Hopkin University, Center for Research on Elementary and Middle School.
Mursel, James I. 1954. Successful Teaching. New York : Mc Graw Hill Book Company.
Nasution, S. 1962. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Nurhadi, dkk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
Purwanto, Edy., dkk. Evaluasi Proses Dan Hasil Dalam pembelajaran. Malang: UM Press.
Rohman Natawidjaja, Dr. 1985. Cara Belajar Siswa Aktif dan Penerapannya Dalam Metode Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah.
Samidjo. 1994. Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Depdikbud-Dirjen Dikti P3MTK.
Sekarnyana, I Wayan. 2002. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Depdiknas-Dirjen Dikdasmen-Proyek Peningkatan Pusat Pengembangan Penataran Guru IPS dan PMP Malang.
Soedarsono, F.X. 2001. Aplikasi Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti-Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan pengembangan Aktivitas Instruksional.
Tukidjan, E. 2002. Strategi PenyamBahasa Inggrisan Isi Pembelajaran IPS di Taman Muda (Sekolah Dasar) Ibu Pawiyatan Taman Siswa Yogyakarta. Tesis Program Studi Teknologi Pembelajaran Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang.
Winkel, W. S. 1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

KARYA TULIS ILMIAH HASIL CLASSROOM ACTION RESEARCH PENINGKATAN AKTIFITAS BELAJAR DENGAN APLIKASI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AN

ABSTRAK

Susilawati, 2009, Peningkatan Aktifitas Belajar dengan Aplikasi Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRS) pada Pokok Bahasan Teks Fungsional dan Test Monolog di Kelas X-A Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) I Dongko Trenggalek Tahun Pelajaran 2008/2009.

Kata Kunci: Aktivitas Belajar, Model Pembelajaran CIRC

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatan aktivitas belajar siswa dalam kerja kelompok. Di samping itu, penelitian ini juga dimaksudkan untuk menemukan factor pendorong dan penghambat selama pelaksanaan pembelajaran Bahasa Inggris di SMAN I Dongko Trenggalek. dan pada waktu presentasi dan menemukan faktor-faktor penghambat dan pendukung selama pelaksanaan tindakan pembelajaran geografi di SMAN I Dongko Trenggalek. Dengan demikian, penelitian ini lebih bersifat tindakan untuk mengatasi masalah pembelajaran yang terjadi di kelas yaitu penelitian tindakan kelas (PTK).
Untuk mencapai tujuan tersebut, diduga penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model CIRC dapat memperbaiki dan meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Inggris khususnya pada pokok bahasan Teks Fungsional dan Test Monolog bagi siswa SMAN I Dongko Trenggalek. Dalam penelitian ini digunakan desain penelitian tindakan kelas model Kemmis & Mc. Targgart yang dilakukan dalam siklus. Setiap siklus mencakup empat langkah, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan observasi, refleksi, dan revisi. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi/catatan lapangan, wawancara, angket, dan dokummentasi.
Data hasil observasi/catatan lapangan yang berkaitan dengan aktivitas siswa selama pelaksanaan pembelajaran kooperatif model CIRC, faktor pendukung, dan faktor penghambat dianalisis secara deskriptif melalui tiga komponen yaitu, mereduksi, paparan data, dan penyimpulan. Sedangkan untuk melihat peningkatan aktivitas siswa digunakan teknik persentase, selanjutnya dideskripsikan.
Berdasarkan hasil observasi/pengamatan lapangan selama kegiatan pembelajaran kooperatif model CIRC yang sekaligus merupakan hasil temuan penelitian ini dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa ketika kerja kelompok dalam aspek keseriusan dalam kerja kelompok, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan mempertanggungjawabkann hasil kerja kelompok, dan kemampuan menyusun laporann hasil kerja kelompok, sedangkan aktivitas belajar ketika presentasi hasil dalam aspek keberanian bertanya, menjawab pertanyaan, sikap pada waktu mengikuti pembelajaran, dan keseriusan mengikuti kegiatan pembelajaran. Hasilnya pada siklus I dalam kategori kurang, siklus II kategori cukup, dan siklus III pada katergori baik. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa pada waktu kerja kelompok, pada waktu presentasi dan pelaksanaan pembelajaran kooperatif model CIRC di SMAN I Dongko Trenggalek mengalami peningkatan dari siklus I, siklus II dan siklus III pada mata pelajaran Bahasa Inggris.

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayahnya. Akhirnya penyusunan karya tulis yang berjudul “PENINGKATAN AKTIFITAS BELAJAR DENGAN APLIKASI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) PADA POKOK BAHASAN TEKS FUNGSIONAL DAN TEST MONOLOG DI KELAS X-A SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI (SMAN) I DONGKO TRENGGALEK TAHUN PELAJARAN 2008/2009” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan karya tulis ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu patutlah kiranya penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMAN) 1 Dongko Trenggalek.
2. Bapak Ibu Guru Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Dongko Trenggalek yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian tindakan ini.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan karya tulis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang selayaknya dari Allah Swt.. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan karya tulis ini masih terdapat kekurangan-kekurangan sehingga sudilah kiranya apabila ada yang memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan penulisan mendatang.
Akhirnya peneliti berharap semoga apa yang disajikan dalam karya tulis ini memberikan manfaat kepada berbagai pihak pada umumnya dan penulis khususnya.


Trenggalek, 20 April 2008

Penulis,

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i
ABSTRAK ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR LAMPIRAN v

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 6
D. Kegunaan Penelitian 6
E. Definisi Operasional 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Aktivitas Belajar 8
B. Pembelajaran Kooperatif Model CIRC 13
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian 17
B. Lokasi, Subjek, dan Waktu Penelitian 18
C. Prosedur Penelitian 19
D. Pelaksanaan Siklus Penelitian 20
E. Instrumen Penelitian 26
F. Teknik Pengumpulan Data 27
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Tindakan 31
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan 41
B. Saran-saran 41
DAFTAR RUJUKAN 44
LAMPIRAN-LAMPIRAN